Nama sebuah pondok pesantren umumnya selalu terkait dengan sejarah yang melatarbelakangi terbentuknya serta perjalanan tokoh yang mengawali. Perkampungan atau Pondok Pesantren Islam At-Tauhid Sidosermo misalnya, juga tidak lepas dari sejarah masa lalu.
Perkampungan yang terletak di perbatasan antara Kecamatan Wonokromo dan Kecamatan Wonocolo, tepatnya di Jalan Sidosermo Dalam Surabaya, Jawa Timur, itu bermula dari sebutan sang kiai pengasuhnya, KH Mas Sayyid Ali Akbar, yang kemudian diikuti masyarakat sekitar dan berlanjut hingga sekarang.
Pengasuh Ponpes Sidosermo KH Mas Nidlomuddin Tholhah membenarkan kisah itu menjadi ihwal nama ponpes yang kini dipimpinnya. "Nama itu memang diambil dari asal kata lima santri yang Nderes. Nderes itu mengaji yang terus menerus sepanjang hari," kata KH Mas Nidlomuddin Tholhah ditemui VIVAnews.com di pondoknya.
Sebelum menjelma menjadi ponpes besar seperti sekarang, Sidosermo adalah sebuah rumah kecil yang dihuni beberapa orang pengikut Sayyid Ali Akbar. "Mas Sayyid Ali Akbar adalah anak Sayyid Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat. Hasil perkawinannya dengan anak Mbah Sholeh Semendhi dari Pasuruan," kata Nidlomuddin.
Setelah lama belajar di ponpes milik Sunan Ampel, Ali kemudian diperintahkan kembali pulang untuk menyebarkan ajaran Islam oleh Sunan Ampel. Dalam perjalanannya dari Ampel kembali ke masyarakat untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama mengaji, Ali singgah di sebuah tempat sebelah timur Wonokromo, Surabaya. "Saat itu masih berupa hutan belantara."
Kemudian, dibantu sejumlah pengikutnya Ali mendirikan perkampungan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Setelah berdiri, terus berdatangan masyarakat sekitar untuk ikut mengaji dan belajar ilmu agama kepada Ali Akbar.
Perkampungan yang terletak di perbatasan antara Kecamatan Wonokromo dan Kecamatan Wonocolo, tepatnya di Jalan Sidosermo Dalam Surabaya, Jawa Timur, itu bermula dari sebutan sang kiai pengasuhnya, KH Mas Sayyid Ali Akbar, yang kemudian diikuti masyarakat sekitar dan berlanjut hingga sekarang.
Pengasuh Ponpes Sidosermo KH Mas Nidlomuddin Tholhah membenarkan kisah itu menjadi ihwal nama ponpes yang kini dipimpinnya. "Nama itu memang diambil dari asal kata lima santri yang Nderes. Nderes itu mengaji yang terus menerus sepanjang hari," kata KH Mas Nidlomuddin Tholhah ditemui VIVAnews.com di pondoknya.
Sebelum menjelma menjadi ponpes besar seperti sekarang, Sidosermo adalah sebuah rumah kecil yang dihuni beberapa orang pengikut Sayyid Ali Akbar. "Mas Sayyid Ali Akbar adalah anak Sayyid Sulaiman, cucu Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat. Hasil perkawinannya dengan anak Mbah Sholeh Semendhi dari Pasuruan," kata Nidlomuddin.
Setelah lama belajar di ponpes milik Sunan Ampel, Ali kemudian diperintahkan kembali pulang untuk menyebarkan ajaran Islam oleh Sunan Ampel. Dalam perjalanannya dari Ampel kembali ke masyarakat untuk mengamalkan ilmu yang diperoleh selama mengaji, Ali singgah di sebuah tempat sebelah timur Wonokromo, Surabaya. "Saat itu masih berupa hutan belantara."
Kemudian, dibantu sejumlah pengikutnya Ali mendirikan perkampungan untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Setelah berdiri, terus berdatangan masyarakat sekitar untuk ikut mengaji dan belajar ilmu agama kepada Ali Akbar.
Setiap hari komunitas masyarakat kecil itu terus mengaji (Nderes). Hingga suatu malam pemandangan itu menyita perhatian Ali Akbar, ia terkesima melihat lima santri pengikut setianya terus menerus Nderes.
Sejenak Ali Akbar termenung, pemandangan itu kemudian menginspirasinya untuk memberi nama perkampungan tersebut dengan sebutan "Nderesmo". "Kalimat itu berasal dari Nderes-nya Santri Limo," Nidlomuddin mengartikan.
Saat ini, perkampungan itu berkembang pesat, banyak ponpes berdiri. Santri yang mengaji atau belajar ilmu agama di kawasan tersebut tidak hanya dari Jatim, melainkan dari berbagai wilayah di tanah air.
"Banyak pondok berdiri di kampung ini. Dan, santrinya berasal dari berbagai daerah di Indonesia," kata bapak 9 putra ini.
Nidhomuddin berharap keberadaan ponpes akan terus berlangsung. Ia juga mengingatkan agar para orang tua tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Yakni, terus membimbing anak-anaknya untuk belajar agama.
"Karena membekali ilmu agama lebih penting, sangat berharga dan lebih bermanfaat daripada memberikan bekal harta. Karena harta bisa habis, sementara ilmu akan terus bermanfaat sampai mati," ujarnya.
Sejenak Ali Akbar termenung, pemandangan itu kemudian menginspirasinya untuk memberi nama perkampungan tersebut dengan sebutan "Nderesmo". "Kalimat itu berasal dari Nderes-nya Santri Limo," Nidlomuddin mengartikan.
Saat ini, perkampungan itu berkembang pesat, banyak ponpes berdiri. Santri yang mengaji atau belajar ilmu agama di kawasan tersebut tidak hanya dari Jatim, melainkan dari berbagai wilayah di tanah air.
"Banyak pondok berdiri di kampung ini. Dan, santrinya berasal dari berbagai daerah di Indonesia," kata bapak 9 putra ini.
Nidhomuddin berharap keberadaan ponpes akan terus berlangsung. Ia juga mengingatkan agar para orang tua tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Yakni, terus membimbing anak-anaknya untuk belajar agama.
"Karena membekali ilmu agama lebih penting, sangat berharga dan lebih bermanfaat daripada memberikan bekal harta. Karena harta bisa habis, sementara ilmu akan terus bermanfaat sampai mati," ujarnya.
0 komentar:
Posting Komentar